KABARENERGI.COM – Ulubelu, sebuah lokasi yang selama ini dikenal sebagai pusat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), kini menjadi saksi sejarah baru bagi transisi energi Indonesia. Pemanfaatan uap panas bumi yang biasanya digunakan untuk listrik, kini diperluas untuk memproduksi energi masa depan, yaitu hidrogen hijau.
Momentum bersejarah ini ditandai dengan peletakan batu pertama (groundbreaking) pada Selasa (9/9/2025). Acara ini dihadiri oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot, bersama Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Todotua Pasaribu, serta jajaran direksi dari PT Pertamina (Persero) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.
Game Changer dalam Ketahanan Energi
Yuliot menegaskan bahwa pemanfaatan panas bumi sebagai energi primer untuk memproduksi hidrogen hijau adalah langkah strategis yang akan mendekatkan Indonesia pada tujuan ketahanan energi nasional. Ia meyakini, hidrogen hijau akan menjadi game changer dalam transisi energi global karena sifatnya yang fleksibel dan potensinya sebagai komoditas ekspor di masa depan.
Proyek di Ulubelu ini dirancang sebagai laboratorium energi bersih. Dengan demikian, operasional dari empat unit PLTP di Ulubelu yang memiliki total kapasitas 220 MW tidak akan menambah emisi karbon. Fasilitas ini akan menjadi tempat di mana teknologi diuji, pengalaman diperoleh, dan pembelajaran diraih untuk kemudian direplikasi di berbagai wilayah Indonesia.
“Saya yakin, pengalaman dan pembelajaran dari proyek ini akan menjadi best practice dan referensi untuk direplikasikan di wilayah lain,” tutur Yuliot.
Lokasi Strategis dan Uji Kelayakan Komersial
Pemilihan Ulubelu sebagai lokasi proyek percontohan (pilot project) bukan tanpa alasan. Lokasi ini memiliki infrastruktur panas bumi yang sudah mapan, pasokan listrik bersih yang stabil, ketersediaan cooling tower, serta posisinya yang dekat dengan jalur distribusi Sumatera-Jawa. Hal ini menjadikan Ulubelu lokasi ideal untuk menguji kelayakan komersial, mulai dari biaya, efisiensi teknologi, hingga model bisnis.
Meskipun saat ini biaya produksi hidrogen hijau masih lebih tinggi daripada hidrogen fosil (grey hydrogen), upaya peningkatan skala dan dukungan kebijakan diharapkan dapat membuat hidrogen hijau lebih kompetitif di masa depan.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, melihat langkah ini sebagai tonggak sejarah bagi perusahaan dan bangsa. “Dari Ulubelu, kita menunjukkan kepada dunia bahwa transisi energi bisa diwujudkan dengan mengandalkan kekuatan energi bersih dari tanah air sendiri,” ujar Simon.
Selain itu, proyek ini juga diharapkan dapat memupuk harapan dan menjadi simbol kemajuan bagi masyarakat sekitar. “Semua pihak harus bekerja dengan dedikasi dan semangat kebersamaan. Green Hydrogen Plant ini harus menjadi simbol kemajuan bangsa,” pesan Yuliot.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap Ulubelu tidak hanya dikenal sebagai penghasil listrik dari panas bumi, tetapi juga sebagai pionir energi hijau Indonesia. Dari perut bumi, lahir energi masa depan yang akan memperkuat arah transformasi portofolio energi bersih nasional. (UVJ)