Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak agar PT Pertamina (Persero) diinvestigasi menyusul temuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ada 11 Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) mengurangi isi tabung LPG 3 Kg sebanyak 200-700 gram.
Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengungkapkan, akan segera meminta penjelasan kepada pihak Pertamina, khususnya Pertamina Patra Niaga yang bertanggungjawab atas penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) kepada masyarakat.
“Kami mendesak Pertamina segera melakukan investigasi dan menjatuhkan sanksi untuk menindak pemilik Saluran Pengisian Bahan Bakar Energi (SPBE) yang nakal. Tentu ini menjadi keprihatinan dan harus segera menjadi atensi untuk pihak Pertamina,” kata Eddy di Jakarta, Sabtu (25/5/2024).
Menurut Eddy, selain mengambil keuntungan yang tidak sah sekaligus merugikan konsumen, para pemilik SPBE nakal tersebut juga mengambil keuntungan dari subsidi pemerintah yang seharusnya menjadi hak masyarakat.
“Di dalam setiap 1 kg LPG, terdapat subsidi pemerintah senilai Rp 11.000. Jika pelaku usaha nakal menahan 500 gram per tabung saja, ia mengambil subsidi negara Rp 5.500 per tabungnya. Katakan saja SPBE tersebut melayani pengisian 2.000 tabung per harinya, maka negara dirugikan 11 juta rupiah per hari atau empat milyar rupiah per tahun,” ungkapnya.
“Apalagi jika si pelaku usaha kemudian menjual LPG yang ditahan tersebut dengan harga pasar. Semakin berlipat keuntungan tidak sahnya, sementara negara dan konsumen jelas dirugikan,” lanjut Eddy.
Eddy menjelaskan, di minggu yang akan datang Komisi VII DPR RI sudah menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat dengan Direksi Pertamina termasuk direksi anak perusahaannya
Menurut Eddy, dalam RDP ini Komisi VII DPR Ri akan menanyakan langsung temuan Menteri Perdagangan ini khususnya mengenai penanganan dari Pertamina.
“Mempermainkan subsidi negara merupakan tindak pidana karena merugikan negara dan kami akan serius mengawasi agar subsidi negara disalurkan tepat sasaran dan masyarakat mendapatkan hak penuh atas LPG yang telah dibelinya,” tutup Eddy.