Kabarenergi.com, Jakarta – Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa suplai gas bumi terkait dengan Program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) senilai US$ 6 per MMBTU ke industri mengalami permasalahan. Dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis (29/2/2024), Febri menegaskan bahwa masalah ini tidak disebabkan oleh industri yang tidak mampu menyerap HGBT, melainkan ada kendala dari sisi suplai.
“Kami mendapatkan informasi bahwa ada permasalahan maintenance yang mengakibatkan suplai HGBT kepada perusahaan industri peserta program HGBT terhambat. Masalahnya bukan karena industri tidak mampu menyerap HGBT, melainkan ada kendala di sisi suplainya,” ungkap Febri.

Febri menekankan bahwa tidak masuk akal jika industri tidak mampu menyerap gas bumi dengan harga US$ 6 per MMBTU. “Jadi kami agak kesulitan menerima pendapat bahwa industri tidak mampu menyerap HGBT, karena tidak masuk akal jika industri tidak mampu menyerap harga gas di bawah US$ 6 per MMBTU,” tambahnya.
Menurut Febri, apabila suplai gas bumi tidak mengalami kendala, maka serapan program ini akan maksimal. Namun, kendala terjadi di sektor industri hulu gas terkait dengan maintenance atau pemeliharaan.
“Jadi bukan industri yang tidak mampu menyerap, tapi kendalanya mungkin terjadi di sektor industri hulu gas terkait maintenance. Jadi bukan karena industri tidak mampu menyerap,” jelas Febri.
Febri berharap agar program HGBT tetap dapat berjalan dan diperluas penerimanya. Baginya, program ini memiliki potensi untuk meningkatkan nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) jika berjalan dengan lancar.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita telah meminta agar harga gas bumi tertentu (HGBT) senilai US$ 6 per MMBTU dapat diperluas penerimanya. Hingga saat ini, hanya tujuh sektor industri yang diizinkan untuk mendapatkan gas HGBT.
Agus berpendapat bahwa ada 24 subsektor industri lainnya yang juga membutuhkan gas dengan harga yang terjangkau. Dia menekankan prinsip “no one left behind” di kantornya, sehingga seluruh sektor industri diajukan untuk mendapatkan harga gas yang terjangkau.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, menyatakan bahwa permintaan tersebut perlu dievaluasi dengan cermat. Menurutnya, evaluasi harus memperhatikan cadangan gas bumi dan penerimaan negara, karena tidak memungkinkan bagi negara untuk mengalami defisit.
“Apa yang diminta harus dievaluasi dengan baik karena harus mempertimbangkan cadangan gas bumi dan penerimaan negara. Kita tidak bisa mengambil kebijakan yang mengakibatkan penerimaan negara menjadi negatif,” ungkapnya.
Tutuka menegaskan perlunya hati-hati dalam mengevaluasi permintaan tersebut agar tidak mengganggu stabilitas perekonomian negara. Evaluasi yang seksama dianggapnya sebagai langkah yang tepat untuk menghadapi permintaan perluasan penerimaan HGBT. (don)