Kabarenergi.com, JAKARTA. Tahun 2023, Pemerintah Indonesia telah mengadakan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2009, menggantinya dengan PP Nomor 33 Tahun 2023 yang menetapkan pedoman untuk Konservasi Energi. Langkah ini diambil untuk memastikan penggunaan energi yang lebih efisien serta untuk melestarikan sumber daya energi yang terbatas.
Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Cahyono Adi, kebijakan ini mewajibkan manajemen energi bagi pengguna energi tertentu. Empat sektor yang terkena dampak kebijakan ini adalah penyedia energi, industri, transportasi, dan sektor bangunan.
“Sektor yang keempat adalah sektor bangunan dengan batas penggunaan energi >= 500 TOE/tahun,” ungkap Agus di Jakarta, Jumat (9/2).
Agus menjelaskan bahwa perusahaan di sektor-sektor tersebut harus menunjuk manajer energi yang bersertifikasi, menyusun program konservasi energi, menjalankan audit energi oleh auditor yang tersertifikasi, menerapkan rekomendasi hasil audit energi, serta melaporkan pelaksanaan manajemen energi.
Lebih lanjut, Agus mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2023, sebanyak 410 entitas telah melaporkan pelaksanaan manajemen energi, berhasil menghemat energi sebanyak 10,42 juta Setara Barel Minyak (SBM), dengan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 8,42 juta ton CO2 equivalent (tCO2e).
“Dari jumlah tersebut, 114 perusahaan merupakan penyedia energi, 217 berasal dari sektor industri, dan 79 dari sektor bangunan. Total penghematan mencapai 10,42 juta SBM, atau setara dengan 1,73% dari total konsumsi energi sebesar 602 juta SBM,” tambahnya.
Kementerian ESDM, lanjutnya, kini sedang merancang Peraturan Menteri ESDM sebagai turunan dari PP 33/2023, yang akan menetapkan target penghematan energi sesuai dengan benchmark dan praktik terbaik pada subsektor yang serupa. (tis)