Kabarenergi.com, Jakarta. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tengah giat berupaya mendorong percepatan program BBM Satu Harga pada tahun 2024. Program ini menjadi manifestasi konkret dari komitmen negara untuk memenuhi kebutuhan energi, khususnya bagi masyarakat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Dengan telah berjalan selama tujuh tahun sejak 2017, program ini tetap menjadi fokus pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.
Program BBM Satu Harga bertujuan untuk memastikan ketersediaan dan aksesibilitas bahan bakar minyak (BBM) dengan harga yang seragam di seluruh Indonesia. Sejauh ini, terdapat 583 penyalur yang telah dibangun, dan BPH Migas berupaya untuk mencapai target 612 penyalur pada periode 2017-2024, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Dirjen Migas Nomor 143.K/HK.02/DJM/2021.
Meski telah berjalan, program ini tidak terlepas dari tantangan, seperti kesulitan mencari mitra penyalur dan persoalan tata ruang. Dalam rangka mengatasi kendala tersebut, BPH Migas menggelar Rapat Koordinasi Program BBM Satu Harga Wilayah Sumatra. Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Daerah Aceh, Sumatra Barat, Kepulauan Riau, dan Sumatra Utara, Ditjen Migas Kementerian ESDM, serta PT Pertamina Patra Niaga.
Menurut Anggota Komite BPH Migas, Basuki Trikora Putra, rapat koordinasi dilaksanakan secara klaster, mencakup wilayah Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua. Tahap awal diadakan di Medan, Sumatra, yang menjadi perwakilan klaster Sumatra. Pihaknya menegaskan bahwa respons positif dari pemerintah daerah sangat membantu dalam upaya mewujudkan rencana pembangunan BBM Satu Harga untuk tahun 2024.
Rapat juga membahas alternatif solusi untuk mengatasi tantangan pembangunan BBM Satu Harga, seperti pemindahan lokasi penyalur ke wilayah yang lebih memungkinkan. Saleh Abdurrahman, Anggota Komite BPH Migas, menyatakan perlunya penyesuaian tata ruang agar penyalur BBM Satu Harga tetap dapat dibangun. Selain itu, ia mengusulkan pemindahan lokasi titik penyalur ke wilayah yang lebih memungkinkan.
“Jika ada investor yang tidak siap untuk mengerjakan BBM Satu Harga di lokasi yang sudah ditentukan dalam SK Dirjen Migas, maka kita akan alihkan. Kita akan minta bupati supaya dialihkan lokasinya baik itu di kecamatan maupun luar kecamatan dan meminta gubernur untuk pengalihan antarkabupaten,” ungkapnya.
Saleh juga mengusulkan keterlibatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam pembangunan fasilitas BBM Satu Harga. Jika di suatu daerah tidak ada investor yang tertarik, diharapkan BUMD dapat mengambil peran atau bekerja sama dengan mitra lainnya untuk mewujudkan program ini sesuai target Presiden Joko Widodo. (yon)