Kabarenergi.com, JAKARTA. Penyelesaian proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) di Indonesia ternyata mengalami keterlambatan yang signifikan dan jauh dari target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Proyek mega ini, yang awalnya diharapkan selesai pada tahun 2019, saat ini baru berhasil terealisasi sebanyak 20,78 GW atau hanya 58% dari target total.
Menurut data yang dirilis oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebanyak 58% dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) telah beroperasi komersial (COD), mencapai total 20,78 GW.
Sementara itu, 26% masih dalam proses konstruksi sebanyak 9,38 GW, 2% berada dalam tahap power purchase agreement (PPA) sebanyak 0,63 GW, 3% dalam tahap pengadaan sebanyak 0,91 GW, dan 11% masih dalam tahap perencanaan sebanyak 4,1 GW.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, memastikan bahwa proyek ini diperkirakan akan molor hingga tahun 2028. Target tersebut telah dimasukkan ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang telah mengalami beberapa penyesuaian, termasuk penurunan beban listrik akibat pandemi Covid-19.
RUPTL telah menghitung potensi permintaan listrik, dan hasilnya mengindikasikan bahwa hanya 10 GW dari proyek 35 GW PLTU yang akan beroperasi pada tahun 2028.
“Setelah dicocokkan, ada sejumlah pembangkit dari 35 GW (akan COD) di 2028. Memang ada yang kami tunda supaya sistem yang menentukan, sistem kelistrikan kan berkembang,” ujar Jisman.
Wanhar, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan, menambahkan bahwa proyek 35 GW telah mengalami penyesuaian sesuai dengan turunnya proyeksi permintaan listrik dalam RUPTL 2021-2030.
Beberapa proyek telah ditunda atau bahkan diterminasi, terutama yang memiliki kapasitas kecil di wilayah timur Indonesia yang sudah tergantikan oleh jaringan transmisi dan gardu induk.
Adapun di wilayah Jawa-Madura-Bali, beberapa proyek PLTU seperti PLTU Banten 660 MW, PLTU Jawa-5 (1.000 MW), dan PLTU Indramayu (1.000 MW) juga mengalami penundaan karena penyesuaian kebutuhan sistem.
Perlu dicatat bahwa pertumbuhan konsumsi listrik tidak sebesar proyeksi awal pemerintah saat meluncurkan proyek 35 GW. Jika proyek ini terus dipaksakan, PLN (Perusahaan Listrik Negara) akan menanggung beban kelebihan pasokan listrik yang lebih besar.
Saat ini, PLN sudah mengalami kelebihan pasokan sekitar 6 GW, dan dengan tambahan kapasitas 2.260 MW yang akan beroperasi komersial tahun ini, diperkirakan akan ada kelebihan pasokan sekitar 9 GW.
Sementara itu, peningkatan konsumsi listrik hanya sekitar 1,2 GW. Hal ini berpotensi memberikan beban tambahan pada kondisi keuangan PLN yang harus menanggung pasokan listrik yang tidak terserap.